LIPUTAN ROHANI KATOLIK




Talk Show dan Latihan Meditasi Kriatiani

Malang, (30/01/2007) - Sebanyak 145 umat Katolik di Keuskupan Malang, Jawa Timur mengikuti talk show “Pengantar ke dalam Doa Hati dan Doa Hening” di Gedung Widya Bakti. Dalam Talk show dan latihan meditasi Kristiani ini dibimbing langsung ahli waris Rm. John Main, OSB yaitu, Fr. Laurence Freeman, OSB dari London. Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Meditasi Kristiani St. Yohanes Malang, yang bekerja sama dengan Komunitas-komunitas Meditasi kristiani yang ada di Jakarta, Surabaya dan Singapura.
Dalam pengantar Rm. Verbeek, O.Carm. mengatakan bahwa yang terpenting dalam meditasi bukan pada teori yang mampu menjawab pertanyaan mengenai meditasi itu. “Tetapi pertama-tama dan yang pokok yang harus disadari adalah mengalaminya sendiri” lanjutnya mengarisbawahi.
Fr. Laurence menuturkan bahwa di dalam meditasi yang dilakukan adalah memperhatikan dan mendengarkan. “Jalan ini adalah sulit, tetapi itulah jalan sederhana yang murni untuk mencintai” ujar Fr. Laurence seperti yang diterjemahkan oleh Rm. Benny Phang, O.Carm. Ia melanjutkan penjelasannya bahwa meditasi adalah menyadari aku ada di hadirat Allah.
“Di dalam meditasi pusat doa adalah pikiran Kristus sendiri, bukan doaku. Kristuslah yang berdoa dan berjalan bersama dengan kita saat meditasi”, ungkap Fr. Laurence. Ia menerangkan bahwa hal yang perlu disadari dalam doa meditasi adalah kita datang dan masuk ke dalam dasar dari keberadaan diri kita.
Ia menerangkan dalam doa meditasi, metode yang biasa digunakan yaitu mengambil satu kata suci, contoh “Maranata”. Kata suci itu terus diulang-ulangi. Fr. Laurence mengatakan bahwa sepanjang meditasi kita berikan perhatian lebih kepada kata suci. “Semua pikiran, kita damaikan termasuk pikiran kita mengenai Allah, karena kita melakukan meditasi kita tidak lagi berpikir mengenai Allah tetapi kita menyadari kehadiran-Nya saat ini dan di tempat ini”, tuturnya.
Fr. Laurence juga mengungkapkan bahwa saat kita bermeditasi ada banyak halangan yang akan mengganggu dan yang sering adalah pikiran kita sendiri. Dia memberikan resep saat ada ganguan di dalam meditasi berlangsung; pertama, jangan melawannya; kedua, jangan larut dan mengikutinya, tetapi kembali lagi kepada perhatian kita pada kata suci yang telah kita pilih. Menurutnya inilah seni dari meditasi itu sendiri, seni untuk berdoa dengan kata dan dilakukan dengan penuh perhatian.
Ketika ditanya mengenai apa guna meditasi itu sendiri bagi kehidupan, Fr. Laurence mengatakan bahwa guna kita melakukan meditasi pertama-tama semakin menyadari kehendak Allah dalam hidup kita sehari-hari. Ia melanjutkan guna yang lainnya adalah kita dapat hidup dalam kesadaran dalam masa sekarang, sehingga di dlam hidup ini tercipta suatu kedamaian. “Dengan meditasi kita dibantu untuk hidup saat ini dalam di dalam hidup ini”, ujarnya menutup semua penjelasannya. Setelah penjelasan mengenai meditasi kristiani, Fr. Laurence langsung membimbing para hadirin untuk melakukan latihan sederhana meditasi kritiani.

Clemens Malau, O.Carm.


Doa Pribadi dan Doa Komuniter
OLEH: Fr. clemens malau, o.carm



Pengantar

Kehidupan manusia pada jaman yang serba modern ini, terdapat dua fenomena manusia berkaitan dengan doa. Fenomena pertama adalah adanya sekelompok manusia yang haus dan rindu untuk berdoa. Mereka sering mempelajari, memperdalam dan mengikuti segala macam metode dann cara berdoa – entah itu berupa doa-yoga, latihan konsentrasi dsb.. Fenomena kedua adalah adanya sekelompok manusia yang enggan dan merasa untuk apa berdoa itu. Hal kedua ini dapat disebabkan oleh banyak alasan dan pengalaman pribadi mengenai doa yang ia hayati.


Penulis melihat kedua hal tersebut memiliki satu kesamaan yang menyebabkan itu mungkin dapat terjadi. Dalam tulisan ini pernulis melihat bahwa manusia kurang/tidak memiliki pemahaman yang benar mengenai doa (doa pribadi maupun doa komuniter). Oleh karena itu penulis mencoba memberikan pemahaman yang benar, yang penulis anggap sebagai suatu solusi yang dapat diberikan melalui tulisan ini.


Jika Allah sudah Tahu, Mengapa Masih Berdoa?


Doa sebenarnya sangat sulit dirumuskan apalagi memberikan suatu defenisi, sebab pengertian doa berkaitan dengan pengalaman, pemahaman dan penghayatan masing-masing pribadi. Namun penulis mencoba memberi pengertian dan pemahaman yang penulis anggap dapat diterima banyak orang.


Pada hakikatnya doa adalah suatu hubungan pribadi, suatu dialog antara Allah dan pribadi manusia. Doa pribadi dapat diartikan sebagai relasi seorang diri dengan Allah.[1]Dalam relasi ini perlu diketahui yang berinisiatif adalah Allah. Allahlah yang memiliki insiatif pertama mencari kita, seraya menarik kita kepada-Nya. Dan doa merupakan buah kegiatan Roh Kudus dalam diri kita dan dalam hidup kita. Dialah yang berkata-kata apabila kita tak mampu berkata-kata.[2]Maka setelah pemahaman awal tersebut perlu ada satu hal, yaitu pemahaman, siapa Allah itu baginya? Allah ialah Bapa dan dirinya adalah anak. Inilah suatu pemahaman dalam hal memposisikan diri dalam berdoa. Oleh karena itu kita kemudian dapat benar-benar dengan penuh iman dapat menjalin hubungan persatuan dengan Allah.


Dalam hubungan ini doa bukan berarti suatu rangkaian kata-kata yang keluar dari rekayasa pikiran belaka; bukan juga berpikir atau berfilsafat tentang Allah melainkan terdapat unsur yang lebih penting dari kedua hal itu. Unsur tersebut adalah mengarahkan segenap budi dalam kesatuan dengan hati (seluruh keberadaan diri) untuk menjalin relasi yang mesra dengan Allah. Maka berdoa pertama-tama mendengarkan bukannya berbicara sendiri.


Doa juga merupakan suatu keter-arah-an hari kepada Allah yang bisa dilakukan kapan dan di mana pun. Hal ini kerap kurang di sadari oleh manusia di jaman sekarang. Ini terbukti dengan ungkapan yang sering terdengar: “ah, aku sibuk sekali hampir-hampir tidak ada waktu untuk berdoa”. Ungkapan ini muncul baik dari ‘kalangan berjubah’ maupun dari umat biasa. Kalimat itu muncul karena mereka mengira bahwa berdoa adalah kegiatan yang membutuhkan waktu dan tempat tertentu (atau suatu kegiatan yang membuang-buang waktu). Adalah benar bahwa berdoa tidak mengenal ruang dan waktu. Di mana dan saat bagaimapun kita dapat berdoa bahkan dalam situasi sibuk sekali pun kita dapat berdoa asal kita meresapi segala kegiatan kita itu dalam kerinduan dan kenangan akan Tuhan.[3]


Hal yang tak kalah pentingnya mengenai berdoa pribadi adalah hal mendengarkan Tuhan. Di dalam doa, Allah berbicara kepada kita. Karena itu pribadi yang berdoa harus berani dan menelanjangi diri (hadir apa adanya) serta membuka hati agar Allah dapat masuk ke dalam jiwa.[4] Hal ini kerap dilupakan oleh banyak pribadi yang berdoa. Jika kita berdoa berarti kita harus siap mendengarkan Allah (bukan hanya kita yang berbicara dan Tuhan yang mendengarkan). Di sini kata-kata yang keluar dari mulut kita harus lebih sedikit dan mengarahkan seluruh perhatian pada Allah. Kalau dapat diandaikan doa adalah komunikasi dalam hubungan cinta kasih, yang satu berbicara dan pasangannya mendengarkan dalam kebenaran dan dalam kepercayaan. Untuk dapat mendengarkan Allah yang menyapa, keheningan mutlak diperlukan.[5]


Pengalaman religius setiap pribadi berbeda-beda. Wajarlah bila muncul bermacam-macam dan bentuk-bentuk atau pun metode doa, yang diberikan sebagai alternatif yang dapat dipilih oleh setiap pribadi, mana yang sesuai.[6] Pada intinya doa yang benar adalah doa yang keluar dari pengalaman pribadi – sesuai dengan apa yang dialaminya – doa lahir dari dalam hati, terbungkus pengalamn hidup sehari-hari. oleh karena itu doa kita tidak jauh dari realitas nyata yang berorientasi pada Allah.


Akhirnya yang paling penting dalam doa, bukanlah apa yang kita mohonkan, tetapi siapa kita sebenarnya saat berdoa.


Mengapa Harus Berdoa Bersama?


Spiritualitas hidup beriman kita sekurang-kurangnya mengandung lima aspek, yakni kerigma, liturgia, koinonia, diakonia dan martiria yang dihidupi dalam tiga dimensi, yakni doa pribadi, doa komunal terutama liturgy dan tindakan nyata mencintai Allah dan sesama.[7] Hal yang penulis sorot pada bagian ini berkaitan dengan doa komuniter. Doa ini dikenal sebagai doa Gereja, doa resmi, liturgis atau kebaktian. Dalam doa komuniter terdapat unsur penting yaitu kebersamaan dan penghayatan iman bersama yang tidak mungkin tanpa pengungkapan yang sesuai.


Doa komuniter adalah doa yang lebih berbentuk ibadah, kebaktian atau pun liturgy.[8] Gereja Katolik mengatakan bahwa liturgy (doa komuniter) bukanlah hanya menawarkan aneka bentuk dan rumusan doa. Inti pokok doa komuniter adalah kesatuan pribadi dengan Putera Allah dalam karya penyelamatan-Nya.[9] Berarti dapat dikatakan bahwa doa komuniter (liturgy) termasuk pengungkapan iman.


Doa Komuniter hanya dapat memperoleh kekuatannya secara penuh dalam persatuan dan umat beriman, yang membentuknya dengah Allah. kalau hal ini dilupakan atau pun diabaikan kita akan jatuh ke dalam sikap formalisme. Pada hal sebenarnya yang memberikan ke dalaman kepada doa komuniter (liturgy) adalah kehadiran sacramental dan eklesia Kristus.[10] Demikian juga, yang memberikan nilai kepada doa komuniter ke dalam persatuan pribadi-pribadi umat dengan Gereja dan dengan Allah, yaitu dengan Allah dalam Gereja dan melalui gereja, meskipun dengan menjaga keseimbangan seperlunya.[11] Maka dapat dikatakan bahwa doa komuniter (liturgy) merupakan bentuk tertinggi pertemuan komunal dengan Allah dan mewujudkan apa yang dirayakan.


Doa komuniter mempersatukan kita dengan kesaksian para rasul dan iman seluruh Gereja. Dengan demikian doa komuniter (doa Gereja) adalah manifestasi partisipasi kita dalam Gereja yang berdoa, yang bersama Kristus memuji Allah tanpa henti dan berdoa bagi keselamatan dunia.[12]


Pokok doa komuniter adalah pengungkapan hubungan dengan Allah dan pertemuan keselamatan dengan Allah, dalam Kristus, oleh Roh Kudus. Dan struktur pokoknya terdapat dalam Ekaristi. Atau dapat dikatakan bahwa seluruh kegiatan hidup manusia berpusat pada perayaan Ekaristi bersama antar umat yang merupakan sumber dan puncak hidup dan kegiatan Gereja (komunitas).[13] Dengan perayaan Ekaristi kita mengungkapkan kerinduan setiap anggota komunitas untuk pergi bersama Kristus kepada Bapa. Kepada-Nya kita memeprsembahkan kurban hidup sehari-hari yang bersatu erat dengan misteri paskah Kristus sebagai pengantara; kita disempurnakan dari hari ke hari dalam persatuan dengan Allah dan sesama sehingga akhirnya Allah menjadi segalanya dalam segala hal.[14]


Penutup


Dari seluruh uraian tentang doa pribadi dan doa komuniter dapat dikatakan: doa baik itu doa pribadi maupun komuniter yang berinisiatif pertama-tama adalah Allah. Doa adalah buah kegiatan Roh Kudus dalam diri setiap pribadi dan dalam hidup pribadi. Dialah yang berkata-kata apabila kita tak mampu berkata-kata. Ia membimbing kita kepada persatuan dengan seluruh Gereja dan membantu kita untuk memperdalam pengalaman kita akan Allah melalui doa. Doa dapat membawa kita pada relasi dan persatuan erat-mesra dengan Allah dan Putera. Doa adalah inti dari semua kehidupan manusia.


Penulis akan menutup tulisan mengenai doa ini dengan gambaran berikut, “Berdoa itu duduk di hadapan Tuhan dengan tangan terbuka. Ia boleh memberi, Ia boleh mengambil. Hidupku terbuka di hadapan-Nya. Sikap tangan terbuka sekaligus menggambarkan bahwa di dalam doa kita tidak menyelesaikan sesuatu, sebab doa bukan penyelesaian atas sesuatu. Berdoa berarti membiarkan dirinya dicintai oleh Tuhan, atau lebih tepatnya membiarkan Allah tetap Allah. Akhirnya yang paling penting dalam berdoa bukanlah apa yang kita mohon, melainkan siapa kita sebenarnya saat berdoa. Nah, siapakah kita saat berdoa dalam nama Yesus?”

[1] Bdk. Yves Raguin, S.J., Berbagai Jalan Kontemplasi Unsur-unsur Hidup Rohani, Kanisius,: Yogyakarta,1986, hal.21. Juga dapat dilihat dalam CafĂ© Rohani edisi Oktober 2005, “ Roh Allah” (Rabu, 26 Oktober 2005) doa adalah ungkapan kepercayaan orang beriman.
[2] Bdk. Rom. 8:26.
[3] Untuk lebuh mendalami hal ini dapat dilihat, Bill Hybels, Terlalu Sibuk justru Harus Berdoa, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF: Jakarta, 2002.
[4] Bdk. Why. 3:20, Berdoa mempersilahkan Yesus memasuki hati kita.
[5] Dapat dibandingkan dengan Yesus yang mengasingkan diri utnuk berdoa seorang diri dengan Bapa-Nya. Dan dalam Regula Karmel, 10, setiap anggota diundangn untuk berdiam dalam kesunyian di dalam bilik masing-masing. Ini diyakini berguna dalam hal memupuk dan mencari waktu untuk berada bersama dengan Allah.
[6] Ada doa dengan kata-kata/lisan (lebih kepada permohonan) doa hening, lectio divina, meditasi,dan kontemplasi.
[7] Pesan Sidang Para Waligereja Indonesia 2001, “Partisipasi Kita dalam Memulihkan Martabat Manusia dan Alam Semesta” .
[8] Doa Komuniter yang sering diadakan adalah liturgy ibadat harian, meditasi bersama, doa alkitabiah bersama, doa Taize, devosi bersama, sakramen-sakramen, dan semuanya itu berpusat dan berpuncak pada perayaan Ekaristi bersama.
[9] Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik (Buku Informasi dan Referensi), Penerbit Kanisius dan Obor: Yogyakarta, 1996, hal. 393.
[10] YvesRaguin, S.J., Op. Cit.,hal. 22.
[11] Ibid.
[12] Bdk. SC 83.
[13] Bdk. SC 10 dan LG 11.
[14] Bdk. SC 48.


Buku Panduan



Kitab Suci.
Dokumentasi dan Penerangan KWI ,Dokumen Konsili Vatikan II, terj. R. Hardawiryana, S.J., Jakarta: Obor, cetakan VII, 1993.
Hybels, Bill, Terlalu Sibuk justru Harus Berdoa, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF: Jakarta, 2002.
Kelly, Douglas F. dan Kelly, Caroline S., Jika Allah sudah Tahu, Mengapa Masih Berdoa?, terj. Anton Wuisan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik (Buku Sumber dan Referensi), Yogyakarta: Kanisius dan Obor, 1996.
Raguin, Yves, S.J., Berbagai Jalan Kontemplasi Unsur-unsur Hidup Rohani, Kanisius,: Yogyakarta,1986.
Soenarjo, A., S.J., Perkembangan Hidup Doa, Yogyakarta:Kanisius, 1987.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

siapa yg tertua antara Lubis dgn Pasaribu?/

Malau Raja atau Silau Raja???

Siapa itu Naimarata???