Peradaban Dulu, Museum Kini

Danau Toba di Sumatera Utara tidak hanya menyajikan keindahan alam yang eksotis. Di kawasan danau vulkanik ini tersimpan jejak peradaban Batak Kuno sebelum kedatangan penginjil Nommensen 1962.

Sisa peradaban ini pun mudah kita temukan di Pulau Samosir.

Berabad-abad lalu, Pulau Samosir dikuasai oleh raja-raja Kecil yang memimpin beberapa wilayah desa. Sekarang, raja kecil mungkin setingkat kepala desa atau camat. Mereka saling berperang. Itulah yang membuat mereka membangun pertahanan untuk melindungi perkampungan yang dihuni keluarga raja dan keturunannya. Perkampungan tua itu, kini menjadi museum.

Satu diantaranya, Tomok. Masih terdapat rumah asli milik raja Sidabutar, rumah panggung yang terbuat dari sejenis kayu besi, masih berdiri kokoh, ditopang tonggak-tonggak kayu besar yang berfungsi sebagai pilar utama. "Batang-batang kayu saling mengunci dengan pasak yang dipahat langsung pada kayu."

Tidak jauh dari situ, terdapat makam keturunan raja Sidabutar. Di depankompleks pemakaman berdiri gapura besar yang kaya dengan ornamen yang diukir dengan warna merah, hitam, dan putih. Ketiga warna simbol spiritual orang Batak.

Terukir cicak mengahadap ke empat payudara. Kepala adat menjelaskan, cicak menjadi lambang bahwa orang Batak harus bisa hidup seperti cicak, mudah beradaptasi dengan menempel dimana-mana. Sementara payudara simbol bahwa kemana pun si cicak pergi, dia harus ingat dengan ibu yang melahirkannya, termasuk tanah kelahirannya (bonapasogit).


Dari Tomok, ke desa Simanindo. Perkampungan ini berada di tepi danau Toba dan dibangun raja Simanindo. "Huta Bolon Simanindo," demikian nama perkampungan ini.

Di depan Gapura menyapa lagi menyambut di gerbang masuk perkampungan.

Bentuk perkampungan perkampungan Simanindo berbeda dengan Tomok, yang sekelilingnya di batasi pagar batu. Ini guna menahan serangan musuh, sedangkan raja Simanindo membangun dinding tanah dengan rumpun bambu yang ditanam rapat di atas dinding tersebut.

Terdapat 2 gerbang keluar masuk di perkampungan ini. Kisahnya, dulu penjaga pintu gerbang bersenjatakan tombak beracun.

Di dalam perkampungan tampak 2 deret rumah yang dibangun saling berhadapan. Satu deret, rumah raja dan keluarga, sedangkan deretan lainnya, lumbung, rumah pengawal dan ruang keluarga raja.

Di bagian tengah tertancap kayu tonggak untuk mengikat kerbau yang dipakai dalam ritual persembahan. Kisah penjaga museum, dulu saat turis masih ramai berkunjung ke danau Toba, di perkampungan ini sering digela seni tradisional seperti tarian Sigale-gale dan tor-tor tunggal panaluan. Pertunjukan ini merupakan rekonstruksi ritual yang diadakan masyarakat Batak Kuno.

Namun sekarang, turis sepi, pertunjukkan pun lebih banyak diadakan berdasarkan pesanan.

(Ditulis ulang dari Kompas, Minggu, 7 November 2010).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

siapa yg tertua antara Lubis dgn Pasaribu?/

Malau Raja atau Silau Raja???

Siapa itu Naimarata???