Panorama Batak dan Budayanya

Panorama Batak dan Budayanya

Masyarakat Batak terdiri atas 6 sub suku, yakni Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak-Dairi, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Kesemua sub suku ini seturut “tarombo” (silsilah) orang Batak berasal dari keturunan “siraja Batak”.

Masyarakat Batak membentuk kelompok kekerabatan berdasarkan “marga”. Adalah marga suatu ciri khas yang sangat penting dan mendasar bagi orang Batak. Dengan marga terbentuk kelompok kekerabatan marga, terbangun sistem kemasyarakatan dan kekeluargaan. Marga ini langsung melekat pada diri keturunan yang dilahirkan sebagai orang Batak.


1. Struktur dan sistem masyarakat
a. Struktur masyarakat

Struktur sosial masyarakat Batak sangat erat hubungannya dengan pelbagai norma adat dan aturan agama. Hal ini menjadi pendorong yang membawa masyarakat Batak memiliki kehidupan moral yang tinggi—baik dalam hubungannya dengan “dongan” (sesama)dan Debata (Agama = Tuhan, kepercayaan = sesuatu yang mengatasi).
Bila berbicara struktur masyarakat Batak, maka terlebih dahulu harus dipaparkan tema huta dan marga, bagas dan jabu. Dengan itu struktur sosial tersebut dapat diungkap dan dimengerti.

1. Huta dan Marga
Dua hal ini sangat berhubungan. Huta sendiri dipahami sebagai tempat tinggal (teritori) “Clan” atau marga. Gampangnya huta adalah kampung atau desa. Huta melukiskan suatu struktur terkecil wilayah budaya dari sistem masyarakat Batak Toba. Terdapat pengetua-pengetua adat di dalam huta.
Huta sendiri dibangun secara bersama-sama dan adalah satu kesatuan pembentuk relasi nan erat diantara para anggotanya—terhimpun berdasarkan hubungan darah dan marga. Huta memiliki keunikannya sendiri. “parit ni huta”, demikian salah satu keunikan huta. Dikelilingi parit dan dipangari “bulu” (bambu). Parit ni huta dibuat oleh pendiri huta yang disebut sebagai “sisuan bulu” (penanam bambu).

Parit ni huta berfungsi sebagai pertahanan atas aneka serangan musuh dari huta yang lain. Bukan hanya parit dan bulu menjadi ciri khas huta. Gerbang masuk ke dalam huta yang disebut “harbangan” juga adalah bagian dari huta. Setiap huta memiliki tanah yang luas di belakang rumah yang disebut “porlak”. Daerah ini adalah tempat penghuni huta bercocok tanam, menanam aneka sayur dan buah. Pada bagian porlak ditanam pohon nangka—“bona ni pinasa”.

Mengapa bona ni pinasa? Dalam tradisi dan sejarah Batak bona ni pinasa mengandung suatu makna yang sangat mendalam berkaitan kampung halaman dan asal-usul seseorang. Pada bagian dalam huta, tepatnya di sebelah kanan gerbang masuk huta ditanam pohon beringin—di bagian bawah tersusun batu-batu atau kayu sedemikian rupa (“partukkoan”). Ini berfungsi sebagai tempat bersidang atau bermusyawarah para pengetua huta.

Apa hubungan huta dengan marga? Marga menunjuk pada nama nenek moyang asal. Dan ini sangat berhubungan dengan huta yang dibangun oleh kerturunan marga yang membuka kampung, “si pukka huta”. Dan karenanya kehidupan dalam suatu huta yang diikat erat dengan marga dan hubungan darah—rasa sosial dan tanggung jawab serta persaudaraan dalam masyarakat Batak sangat erat dan mendalam. Ini jelas dalam acara adat. Bila ada rencana untuk tujuan bersama, seorang yang tertua dalam huta akan memimpin kegiatan mereka, baik dalam usaha pembangunan huta maupun dalam acara-acara spiritual.

Bahan Bacaan.
M.W. Hutagalung, Tarombo Marga Ni Suku Batak, Medan, Fa. Sihardo, 1967.
J.C. Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Pustaka Azet, Jakarta.
T.E. Taringan dan E. Tambunan (ed.), Struktur dan organisasi Masyarakat Batak Toba, Nusa Indah, Ende-Flores, 1987.
M.A. Marbun dan I.M.T. Hutagalung, Kamus Budaya Batak Toba, Balai Pustaka, Jakarta, 1987.
Drs. DJ. Gultom Rajamarpodng, Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak, armanda, Medan, 1992.
Payung Bangun, “Kebudayaan Batak” dalam Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1984.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

siapa yg tertua antara Lubis dgn Pasaribu?/

Malau Raja atau Silau Raja???

Siapa itu Naimarata???