Tarombo, Pengungkapan Sejarah Batak

Tarombo, Pengungkapan Sejarah Batak

Suku Bangsa Batak merupakan salah satu suku bangsa dari rumpun Melayu/Indonesia Tua. Semua arah penelitian berkaitan dengan itu bermuara pada result suku bangsa Batak termasuk salah satu yang tertua di Sumatera dan Indonesia. Tetapi sayang seribu sayang dewasa ini sejarah dan kebudayaan suku bangsa Batak ini masih banyak yang belum tergali. Terkubur dimakan waktu—tanpa sekalipun dicintai dan “digumuli” oleh pemegang kayu estafet berikutnya.



Batara Sangti (Ompu Buntilan) dalam bukunya “Sejarah Batak” melihat bahwa hal itu disebabkan oleh 3 alasan, yaitu:
1. Pengaruh “ANIMISME PHOBI” yang sengaja ditanamkan sebagai momok. Menurutnya ini sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak dipaksakan tertanam kuat oleh penganjur-penganjur Agama yang berkitab suci.
Dan gelombang ini di akhir-akhir masa sekarang besar menghantam masyarakat Batak dengan 1001 kekayan sejarah budayanya. Sebagian masyarakat Batak yang tergabung dalam institusi Agama tersebut menolak—menjauhi sejarah dan budayanya sendiri layaknya takut terkena penyakit menular dan pemanen. Dosa kata mereka. Bukan hanya itu saja, orang muda Batak merasa kurang terhormat atau beken jika mempelajari sejarah budaya Batak. Arus globalisasi kian menyeret sejarah budaya Batak menuju tengelam dan mati—tinggal sebuah kenangan bak dongeng tua yang meninabobokkannya sebelum tidur.
2. Efek politik kolonialisme Belanda di Tanah Batak, yang melarang dan mengintimidasi apapun bentuknya mengenai sejarah dan perjuangan dinasti Tuan / Si Singa Mangaraja. Apa yang dilakukan Belanda pada masa lalu ini membuat masyarakat Batak menjadi takut dan tidak berkeinginan bersentuhan dengan pembahasan dan pencarian sejarah budayanya. Ancaman hukuman menjadikan mereka diam seribu bahasa.
3. Kebanyakan penulis dan peneliti sejarah budaya Batak berasal dari tanah asing—orang barat. Tulisan mereka sangat kaya akan kepentingan, sehingga objektivitasnya diragukan. Penulisan yang mereka buat sangat berkaitan dengan para kolonial dan agama-agama yang dibonceng oleh penjajah.

Kapan penulisan sejarah budaya Batak dapat dituliskan secara benar dan komprehensif? Ini pasti sebuah kerinduan besar di hati sanubari setiap insan Batak, baik di bonapasogit maupun di tanah parserahan. Banyaknya para cendikiawan Batak dapat menjadi suatu asa untuk adanya sebuah buku sejarah budaya Batak yang komprehensif dan representatif.


Parhalaan dan Tarombo

Tulisan atau karya apapun berkaitan dengan sejarah Batak tidak memuat kiraan tahun atau abad secara jelas. Usaha yang terbilang positif—mencoba menarik sejarah berdasarkan data-data histori dalam masyarakat Batak Toba tua digunakan sundut dari dinasti Tuan Singa Mangaraja (I – XII). Acuan ini lebih tepatnya disebut “Tarik dinasti Tuan Singa Mangaraja” sebagai angka-angka tahun. Dari titik inilah coba didekati semua sejarah suku bangsa Batak.

Sehubungan dengan itu suku bangsa Batak juga mempunyai Kalender yang dinamakan “Parhalaan” . arti kata Parhalaan sendiri adalah per-kala-an. Parhalaan dihubungkan dengan posisi bulan dan perbintangan. Dari segi bentuknya, Parhalaan ditulis dalam batang bambu. Parhalaan sendiri membentuk satu satuan hitung waktu yng terdiri dari 12 bulan dan dalam satu bulannya terdapat 30 hari. Persis sama dengan kalender Masehi yang sekarang digunakan. Perhitungan waktu menurut parhalaan sendiri berupa satu satuan hitung hari pada sisi atas ke bawah dan bulan dari sisi kiri ke kanan. Untuk hari, menggunakan angka latin 1-30, sedangkan pada urutn bulan menggunakan angka romawi I – XII.

Penentuan waktu sejarah yang ada oleh generasi tua orang Batak jelas mengacu pada penentuan seturut parhalaan. Hanya sayangnya perhitungan waktu ini belum mencatat tahun. Kelemahan inilah yang menjadi salah satu kebingungan atau kesulitan mencatat data-data historis dari suku bangsa Batak. Parhalaan hanya mengacu pada hari dan bulan. Pendekatan suatu sejarah dalam suku bangsa Batak kelihatannya sangat sulit.

Alhasil usaha para peneliti dan penulis sejarah budaya Batak tidak dapat mendekti tahun atau hitungan abad pada sejarah budaya Batak bertitik tolak dari sundut dari dinasti Tuan Singa Mangaraja (I – XII). Usaha mengungkap dan mencatatkan sejarah suku bangsa Batak tidak berhenti begitu saja.

Kerinduan mengetahui sejarah suku bangsa sendiri dirasa penting dan mendesak. Solusi yang hingga kini tetap dipertahankan dan menjadi ciri khas setiap orang Batak adalah dengan mengandalkan angka-angka “sundut” tarombo atau tambo. Tarombo sendiri merupakan sebuah peta genealogis—titik generasi ke generasi suatu keturunan. Oleh karenanya tidak terlampau berlebihan jika dikatakan tarombo menjadi peta silsilah suatu generasi baik marga maupun keluarga Batak sebagai pengganti angka-angka tahun atau abad.

Semangat ini hingga kini masih tetap dipertahankan untuk mengetahui sebuah sejarah dalam suku bangsa Batak. Dasarnya tidak lain adalah orang Batak merasa wajib dan suka bertarombo di antara sesamanya dalam setiap kesempatan. Fungsi bertarombo sendiri adalah sangat mulia sebagai sarana mempererat ikatan dan memperluas jaringan pertalian kekerabatan tau kekeluargaan Dalihan Na Tolu (Batara Sangti, 20).

Maka mau tidak mau dan hukumnya kelihatannya wajib bagi orang Batak harus mengetahui dan memiliki pengetahuan kan tarombonya paling tidak dari dirinya sampai pada 7 sundut atau generasi di atasnya maupun di antaranya sendiri. Menurut orang tua dan dicatat dalam banyak buku sejarah budaya Batak, Seperti Batara Sangti, Sejarah Batak; Wasinton Hutagalung, Tarombo Marga ni Suku Batak; N. Siahaan B.A., Sejarah Kebudayaan Batak; Mangaraja Salomo Pasaribu, Tarombo Borbor Marsada; W.M. Hutagalung, Pustaha Taringot tu Tarombo Bangso Batak; I.J. Simanjuntak, Pustaha Partuturan Batak; M. Asal Siahaan, Dalihan Natolu; etc., mengemukakan bahwa “paling sedikit 7 sundut dari atau ke pribadi masing-masing baik secara vertikal maupun horizontal mau tidak mau, terpaksa dan harus mengetahui tarombonya. Orang-orang yang tidak mengetahui tarombonya disebut sebagai “JOLMA LILU” (orang keliru atau kesasar) yang disamakan dengan “HATOBAN” (=BUDAK, HAMBA SAHAYA) pada jaman lampau.” Batara Sangti menegaskan bahwa disiplin dan kontrol sosial masyarakat hukum adat Batak terhadap pengetahuan tarombo Batak, tetap berjalan baik dari zaman ke zaman dalam segala bentuk pergumulan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat dari dulu hingga sekarang. Karena tidak ada suatu karya adat dalam suka dan duka dapat berjalan tanpa tarombo Dalihan Natolu” (Batara Sangti, 20).

Awalnya penulisan Tarombo si raja Batak bersumber dari beberapa buku pustaha Batak yang ditulis oleh para Datu atau yang lebih dikenal sebagai Guru sastrawan Batak. Dari data-data tersebut, para penulis mencek kebenarannya kepada kalangan raja-raja yang umumnya terdiri atas Datu-datu atau Guru-guru. (Karena pada masa dulu merekalah yang digolongkan para pemikir dan cendikia Batak). Selain daripada itu sejak tahun 1934 di Tapanuli umumnya telah diadakan Kampung, Negeri atau vorming—yang bermukim di dalamnya berdasarkan tarombo genealogis, geografis tau teritorial dalam persekutuan atau perikatan masyarakat hukum adat. Sehingga suatu daerah sangat kental berkaitan dengan unsur marga sipungka huta, dan ini menjadi salah satu pertimbangan pemilihan dan pengangkatan Raja-raja adat. Dari data-data inilah, “tarombo Batak menjadi dasar penentuan tarikh sejarah Batak, yakni berdasarkan garis lurus dari tarombo dinasti Tuan Singa Mangaraja—mulai dari leluhur suku bangsa Batak Toba-tua, Si Raja Batak” (Waspada, 31 Februari 1961).

Menurut M.O. Parlindungan, data-data dan fakta-fakta tarombo dan tarikh dinasti Tuan Singa Mangaraja dapat dipakai sebagai acuan. Disimpulkan bahwa untuk setiap sundut (generasi) diperkirakan berumur antara 25 – 30 tahun.” (M.O. Parlindungan, Tuanku Rao, 489). Usia 30 tahun untuk per generasi oleh banyak peneliti tarombo Batak dianggap lebih mendekati kebenaran. Dan sebagai titik tolak perkiran, angka tahun kelahiran Raja Singa Mangaraja XII, yaitu pada tahun 1845 sebagai acuan. Dari ini dapat diperkirakan bahwa Singa Mangaraja I lahir di kota Bakkara yang merupakan generasi ke-3 dari garis genealogis Si Raja Batak—kira-kira tahun 200-300 tahun sesudah Si Raja Batak atau 300-400 tahun silam (Adniel L. Tobing, Sejarah Si Singamangaraja, 10).

Arah acuan tarombo, semuanya bersumber pada Tarombo Si Raja Batak. Dari sinilah diketahui peta Genealogis sukubangsa Batak. Begitu juga dengan tarombo setiap generasi marga Batak. Penenulisan tarombo memang harus selalu bermula dari tarombo Si Raja Batak sebagai sundut pertama bagi suku bangsa Batak. Sebagai penutup dari tulisan ini penulis membuat satu contoh Tarombo Batak, yang diambil dari Tarombo Malau Lambean:

Op. Siraja batak sebagai Sundut pertama dikaruniai 2 (dua) anak, yaitu:
1. Guru tatea bulan alias nai marata (G. 1)
2. Raja isombaon
Op. Guru tatea alias naimasa atau naimarata menikah dengan Si Boru Baso Burning dan dikaruniai 5 orang anak, yaitu:
1. Raja Uti (Raja Gumeleng – geleng atau Siraja Biakbiak)
Catatan: Raja Uti dikenal sebagai orang yang sakti. Karena kesaktiannya semasa hidupnya, Raja Uti tidak boleh hidup satu rumah dengan saudara/i maupun bersama orang tuanya. Setelah dewasa, Raja Uti menjadi makhluk yang sakti dan bertempat di semua ruang, tapi menurut cerita para orang tua Raja Uti bermukim di daerah Barus. Dan akhirnya Raja Uti menjadi Sombaon alias diberhalakan karena kesaktiannya.
2. Tuan Sariburaja
3. Limbong mulana
4. Sagala raja
5. Malau raja (G. 2)

Malau raja dianugerahi 5 orang anak, yaitu :
1. Malau pase
2. Malau lambean (G. 3)
3. Malau manik
4. Malau ambarita
5. Malau gurning
Malau lambean memiliki satu orang anak, yakni :
• Raja mangapul (G. 4)
Raja mangapul dikaruniakan satu orang anak, yakni :
• Pininta ni raja (G. 5)
Pininta raja mempunyai dua orang anak, yakni :
1. Op. Bahuar (G. 6)
OP. Bahuar disebut dengan gelar parhoda sabungan atau sabungan mangolat.
2. OP. Huta Sada (G. 6)
Op. Huta sada dikenal dengan gelar parhoda silanggaton.

Tarombo ini masih berlanjut terus hingga generasi sekarang. Dan dalam Tarombo Malau Lambean sudah mencapai pada generasi ke-21. Dan semua telah tertulis rapi dalam Pustaha Tarombo Malau Lambean.

Penulis

Andri Malau Lambean

Komentar

Unknown mengatakan…
Dimana saya bisa menemukan buku op BUNTILAN Simanjuntak itu tulang?,.mohon arahannya Tulang.
Unknown mengatakan…
Horas..Au Marga Simatupang Togatorop, Swbagi Sekum Togatorop Jabodetabek.Taringot Ponparan ni Togatorop dua Ima Parbarumbung dohot Baginda Mulana.asa manat ala sala doi

Asa boi dipadenggan unang gabe sega tu akka generasi

Horas

Postingan populer dari blog ini

siapa yg tertua antara Lubis dgn Pasaribu?/

Malau Raja atau Silau Raja???

Siapa itu Naimarata???