Guru Besar Hukum Internasional UI: Tak Ada UU Yang Dilanggar Pemerintah Indonesia Soal Freeport

Guru Besar Hukum Internasional  UI: Tak Ada UU Yang Dilanggar Pemerintah Indonesia Soal Freeport



Guru Besar Hukum Internasional Univesitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menegaskan tuduhan PT Freeport Indonesia bahwa pemerintah memaksa agar Freeport merubah Kontrak Karya (KK) adalah tidak benar.
Justru imbuh Hikmahanto, pemerintah hendak memberi jalan keluar buat pemegang KK termasuk Freeport.
Hal ini karena jelas dia, menurut Pasal 170 UU Minerba bahwa pegang KK dalam jangka waktu 5 tahun harus memurnikan dan mengolah dalam negeri.
"Inipun sudah diberi 3 tahun waktu 5 tahun telah jatuh tempo pada tahun 2014," tegas Hikmahanto kepada Tribunnews.com, Selasa (21/2/2017).
Namun lanjut Hikmahanto,Freeport tidak juga membangun smelter meski dana untuk itu telah tersedia.
Alasannya pembangunan smelter tanpa mendapat kepastian perpanjangan tidak menguntungkan.
Bila tetap mengikuti pasal 170, maka tegas dia, Freeport berhenti beroperasi.
Namun demikian pemerintah masih berbaik hati dengan memberi solusi yaitu boleh ekspor konsentrat tapi berubah menjadi IUPK. Kenapa IUPK?
Karena soal IUPK yang diatur dalam pasal 102 dan 103 tidak ada aturan berapa tahunnya.
"Untuk diketahui solusi yang diberikan pemerintah bukan tanpa resiko dihadapan rakyat. Ada kritikan terhadap kebijakan pemerintah ini, bahkan ada masyarakat yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung," katanya.
Hikmahanto juga melihat Freeport telah salah memposisikan pemerintah Indonesia secara sejajar mengingat kedudukan pemerintah ada dalam dua dimensi.
Dimensi pertama adalah pemerintah sebagai subyek hukum perdata. Pasalnya Pemerintah kerap memiliki posisi subyek hukum perdata dalam kegiatannya seperti melakukan pengadaan barang dan jasa.
Sebagai subyek hukum perdata maka kedudukan pemerintah memang sejajar dengan pelaku usaha.
Namun Hikmahanto tegaskan, ada dimensi lain dari pemerintah yaitu sebagai subyek hukum publik.
"Sebagai subyek hukum publik maka posisi pemerintah berada diatas pelaku usaha dan rakyat," tegas Hikmahanto kepada Tribunnews.com, Selasa (21/2/2017).
Fiksi hukum yang berlaku adalah ketika pemerintah membuat aturan maka semua orang dianggap tahu. Pemerintah memaksakan aturan untuk diberlakukan dengan penegakan hukum.
Bila rakyat atau pelaku usaha berkeberatan dengan aturan yang dibuat maka mereka dapat memanfaatkan proses uji materi baik di MK maupun MA.
Menurutnya, dua dimensi ini yang dinafikan oleh Freeport melalui KK dimana pemerintah seolah hanya merupakan subyek hukum perdata.
"Tidak heran bila Freeport hendak membelenggu kedaulatan hukum negara Indonesia dengan Kontrak Karya," kata Hikmahanto.
"Bila demikian apa bedanya Freeport dengan VOC di zaman Belanda?" ujar Hikmahanto.
Perlu dipahami pemerintah sebagai subyek hukum perdata tetap harus tunduk pada aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah sebagai subyek hukum publik.
Oleh karenanya KK tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1337 KUHPerdata dimana disebutkan bahwa perjanjian akan terlarang bila bertentangan dengan hukum.
Pertanyakan Freeport
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan heran dengan ancaman arbitrase dari Freeport-Mcmoran Inc.
Menurut Jonan tujuan utama perusahaan tambang asal Amerika Serikat ke Indonesia untuk melakukan bisnis.
"Ini sebenarnya mau berbisnis atau berperkara. Saya kira Freeport itu kan badan usaha, jadi maunya berbisnis," ujar Jonan di komplek DPR/MPR RI, Senin (20/2/2017).
Jonan pun sudah memberi tiga opsi kepada Freeport agar bisa mengekspor hasil tambangnya. Hal pertama Freeport harus mengikuti ketentuan yang ada dan berunding tentang stabilisasi investasi.
"Pertanyaannya gini, stabilisasi perlu dirundingkan nggak? Saya bilang perlu. Karena ada di Kontrak Karya," ungkap Jonan.
Hal kedua, Jonan mewajibkan status Freeport diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk bisa ekspor.
Karena jika masih menjadi Kontrak Karya, pembangunan smelter harus sudah selesai, namun pada kenyataannya Freeport Indonesia belum.
"Kan pasal 170 UU Minerba sudah jelas, semua perjanjian KK wajib melakukan pengolahan dan pemurnian lima tahun sejak UU diberlakukan. Ya itu mustinya jatuh tempo 2014. Akhirnya yang boleh IUPK," jelas Jonan.
Sedangkan opsi terakhir, Jonan menyebut bahwa UU Minerba no.4 tahun 2009 harus diubah. Sehingga regulasi yang menyebut batas waktu pembangunan smelter di 2014 direvisi.
"Kalau nggak bisa gimana alternatif kedua, ya UU diubah. Ya itu butuh waktu. Ada amandemen UU Minerba," kata Jonan.(*)

Pernah dimuat di Tribunnews.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

siapa yg tertua antara Lubis dgn Pasaribu?/

Siapa itu Naimarata???

Mengenal Asal Muasal Naimarata