"Tak Ada UU Yang Dilanggar Karena Ahok Tak Diberhentikan Sementara Sebagai Gubernur DKI"
"Tak Ada UU Yang Dilanggar Karena Ahok Tak Diberhentikan Sementara Sebagai Gubernur DKI"
Indonesia Law Reform Institute (ILRIns) menilai tidak ada Undang-undang (UU) dilanggar karena tidak memberhentikan Gubernur aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok karena status terdakwa.
Berdasarkan kajian ILRIns terhadap bunyi dan makna dari pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
Adapun isi UU no 23 Tahun 2014 Pasal 83 berbunyi: "Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Terkait dengan diaktifkan-nya kembali Ahok sebagai Gubernur tetapi statusnya adalah terdakwa, Direktur Eksekutif ILRIns, Jeppri F Silalahi menilai sah dan diperbolehkan.
Bahkan tidak ada pelanggaran terhadap UU 23 tahun 2014, Pasal 83 atas kebijakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
"Sebab di pasal tersebut jelas dikatakan kepala daerah yang diberhentikan karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun," ujarnya kepada Tribunnews.com, Senin (13/2/2017).
Sedangkan Ahok, imbuhnya, didakwa dengan Pasal 156 KUHP yang ancaman hukumannya paling lama 4 tahun atau pasal 156a KUHP yang ancaman selama-lama nya 5 tahun.
Artinya dakwaan Ahok bukanlah ancaman pidana penjara yang paling singkat 5 tahun.
"Jadi dia tidak termasuk seperti yang dimaksudkan oleh pasal 83," katanya.
Yang dimaksudkan seperti pasal 83 adalah tindak pidana yang ancamannya minimal 5 tahun.
Contohnya adalah yang tercantum dalam UU no 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 112 ayat 2 yang berbunyi ,"dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Namun Ahok tidak melakukan tindak pidana korupsi yang ancaman minimal 4 tahun dan hukuman maksimalnya mencapai 20 Tahun.
Ahok pun tidak melakukan tindak pidana terorisme yang ancamannya pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Juga Ahok tidak melakukan tindakan makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ancaman hukumannya 20 tahun, seumur hidup dan hukuman mati.
"Lalu aturan mana yang dilanggar sehingga Ahok harus diberhentikan sementara?" demikian ia mempertanyakan suara-suara yang meminta Ahok harus diberhentikan sementara.
Jadi sangat jelas frasa kalimat "pidana penjara paling singkat" pun dicantumkan di pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dan UU no 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 112 ayat 2.
Lalu apa yang harus diperdebatkan dan ditafsir atau di interpretasikan lagi dari isi pasal 83 tersebut?
Kalaupun ingin ditafsirkan menurutnya, sebaiknya penafsiran tersebut baiknya ditanyakan kepada mereka yang terlibat sejarah pembuatan UU (wetshistorische interpretatie) tentang Tata bahasa dan arti isi kalimat (grammaticale interpretatie).
Dengan demikian penafsiran tersebut adalah objektif dan dapat dipertanggung jawabkan bukan penafsiran atas kepentingan politik belaka.
Karena kata dia, sangat banyak UU yang mengatur memuat ancaman Pidana minimum atau dengan kalimat diancam pidana paling singkat seperti UU Tipikor, UU Tindak Pidana Terorisme, UU Narkoba yang saya contohkan diatas.
"Tidak ada salahnya para pengamat, aktivis dan Anggota DPR mempelajari dulu isi dari pasal 83 tersebut agar tidak gagal paham dan menambah pengetahuan," ucapnya. (*)
Tulisan ini juga dimuat di Tribunnews.com

Komentar