Masihol Au Among

Masihol Au Among





Tetiba terkenang sosok mendiang bapakku naburju.


Dia adalah (+) SF Malau.





Hampir seluruh umurnya didedikasikan buat dunia pendidikan.


Ya, dia seorang cekgu alias guru


Semua mantan muridnya pasti mengenal baik sosok "si pakar matematika" itu.


Beberapa kali komunikasi dan pertemuan dengan para mantan muridnya, "humoris, disiplin, mudah dimengerti ajarannya dan kangen cerita cerita lucunya Pak Malau,"


Begitu mereka mengenang sosok bapak kami ini.


Satu lagi, mereka bersepakat wajahku asli fotokopian si Bapak. Hahahaha.


Di rumah dia adalah bapak sekaligus teman baik bagiku.


Banyak pengalaman kami kerap terlibat percakapan yang menarik dan masih banyak kuingat, khususnya terkait keluarga besarnya. 


Maklum dia adalah anak panggoaran dari opung. Bahkan kehadirannya sangat dinantikan oleh opung saat itu, karena ada banyak ibotonya (kakak) yang sudah lahir sebelumnya.


Ingatan itu melekat dalam nama dirinya si Somba. Begitu dia mengisahkannya padaku.


Dia banyak berkisah soal saudara dan saudarinya. 


Di kapal peri, di tengah danau Toba kala menyeberang hendak ke pulau Samosir, dia berpesan jangan lupa nanti kalian ke bonapasogit di Salaon ya, kalau bapak sudah tak ada lagi.


Saat itu aku baru saja menyelesaikan tes masuk ke SMA Seminari Pematang Siantar.


"Siap pak," begitu jawabku karena tak terpikir bakal singkat usianya di dunia ini.


Dia sangat bersemangat sekali saat itu. Mungkin karena akan bertemu keluarga, pikirku.


Di kampung, dia tambah sangat bersemangat bertemu para Abang, adek dan ibotonya. 


Dia saat itu tambah semangat karena keluarga senang aku baru saja tes ke seminari yang notabene tempat pendidikan para calon Pastor.


Cuma satu hari, tapi seakan seribu hari bapak di Kampung saat itu kulihat kebahagiaannya.


Ada ulos dan makanan khusus saat itu aku terima dari keluarga.


Sepanjang jalan pulang ke Banda Aceh banyak lagi kisah dan nilai-nilai hidup yang ia sarikan kepadaku.


Kala di seminari pun dia sering sekali ingin selalu bisa berkomunikasi denganku dari sambungan telepon.


Hingga saat hari ulang tahunku, 3 April 2002, itu telepon terakhir darinya.


Panjang lebar dia berkata-kata kepadaku.


Semua ditanyanya tentang pendidikanku. 


Tak lupa motivasi seorang ayah dan guru disampaikannya.


"Selamat ulang tahun ya anakku. Raih masa depanmu. Kita seorang petarung, apa yang sakit sekarang kau rasakan akan kau rasakan manis di waktunya nanti."


Keesokannya, di sore hari, kala akan berolah raga, tiba-tiba pastor pembina menemuiku di lapangan untuk mempersiapkan pakaian untuk diantar ke terminal Pajak Horas.


Ada apa pastor, begitu tanyaku. 


"Sudah nanti saja, yang penting mandi, bersiap siap, nanti saya yang antar." Begitu kata pastor.


Pikiranku menerawang entah kemana mana dan tak karuan.


Di tengah jalan menuju terminal pastor bilang, "bapak lagi sakit keras."


Sepanjang jalan hingga di Medan di pikiranku semuanya membantah bapak sedang sakit keras.


"Semalam masih nelpon dan semangat sekali. Tak pernah juga ada sakitnya bapak."


Saat itu aku pilih berdoa. 


Dalam doaku, terlihat di pikiranku, Bapak tersenyum dalam diamnya di peti jenasah.


Di Simpang pos Medan, di rumah mendiang amangboru Juper (Op Imelda) Simbolon, itu diaminkan, bapak telah tiada.


Di pinggir peti kulihat mamak meratapi dan manggandung. 


Kulirik sekilas peti jenasahnya, seakan masih belum percaya lalu berlalu untuk meletakkan barang bawaan di kamar.


Kulihat itoku siampudan Sri Malau yang saat itu masih sangat kecil yang masih belum tau apa yang terjadi.


Kulihat anak siampudannya dan kebanggannya Welliwanto Malau yang pernah bawa piala ke rumah.


Di dapur kelihat adekku mendiang Kusmo Malau Ndrikus Malau, dia yang paling tua dan menyaksikan kisah terakhir Bapak. Dia yang paling tua, karena aku dan abangku Hendrikus Sricardo Malau Dtt  di luar kota Banda Aceh.


Setelah mandi dan berganti pakaian, kupilih duduk di dekat mamak. 


Tak ada air mata dan tangisan. 


Aku pilih mendaraskan doa Rosario yang rosarinya sudah di tanganku.


Ratapan andung mamak semakin menyayat hati didengar. 


Untaian rosarioku hentikan, kulirik tubuh kakunya. 


Batin ini berucap, "kek mana ini bapakku. Kok ngeri kali bercandamu ini, pergi terlalu cepat dan tanpa berpesan pada kami."


Mulutnya terkatub tak menjawab lagi.


Tak ada lagi, pikirku, sosok bapak yang akan mamodai memberi nasehat dan bertanya kabar serta bertukar pikiran dan menyemangati.


Kini sudah 20 tahun berlalu.


Dia sudah di surga bersama para Malaikat dan orang Kudus.


Dia menjadi pendoa bagi kami keluarganya


Teruslah berdoa bagi kami, isteri dan anak anakmu serta cucu cucumu ya bapakku naburju.


Teriring untaian rosario bagimu di tengah kenangan indah kita kukenang di perantauanku.


Masihol Au Among


Pondok Gede, 

Minggu 18 September 2022


 Andri Malau 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

siapa yg tertua antara Lubis dgn Pasaribu?/

Malau Raja atau Silau Raja???

Siapa itu Naimarata???